Cara mengatasi
kemacetan di Jakarta
Ada 2 jenis penyakit di DKI
Jakarta yaitu Macet dan banjir. Entahlah sudah ada berapa gubernur DKI Jakarta
yang berjanji akan mengatasi kemacetan di Jakarta, namun hasilnya belum juga
terselesaikan. DKI Jakarta merupakan pusat pemerintahan, pusat perekonomian dan
pusat kekuasaan, mayoritas pemuda Indonesia mempunyai mimpi yang sama yaitu
menaklukan Jakarta! Jadi bayangkan saja dari 240 juta penduduk di Indonesia,
50% ingin menaklukan Jakarta betapa padatnya provinsi ini.
Kemacetan Jakarta sangat terasa
saat jam berangkat dan pulang kerja, jalan tol yang memiliki definisi jalan
bebas hambatan berubah menjadi seperti “gang sempit” yang penuh dengan kendaraan
roda empat dan enam. Banyak sekali para ahli, konsultan dan orang-orang pintar
pada bidang transportasi yang
didatangkan untuk menyelesaikan masalah ini, namun masalah kemacetandi Jakarta tidak kunjung selesai.
Ibarat sebuah penyakit, kemacetan
di Jakarta sudah mulai kronis, sudah banyak masyarakat yang tinggal maupun bekerja di Jakarta mulai merasa
tidak peduli dan memaklumi bahwa kemacetan merupakan budaya dari provinsi DKI
Jakarta, mereka berpikir bahwa “ mungkin suatu saat nanti ketika saya sudah tua
akan ada generasi yang akan memberikan solusi atas kemacetan di Jakarta” yang
jadi masalah adalah kalimat tersebut sudah diucapkan sebelumnya oleh generasi sebelum dan sebelum kita, dan
mungkin juga akan diucapkan oleh generasi setelah kita.Penyakit Kemacetan ini
sudah banyak diberikan obat seperti obat Trans Jakarta, kereta commuter line, larangan sepeda motor, three in
one dan yang akan datang obat MRT, obat-obat tersebut tidak langsung
menyembuhkan penyakit ini, namun hanya
mengurangi rasa sakit penyakit tersebut.
Lalu bagaimana cara mengatasi
kemacetan di Jakarta? Dengan keterbatasan dana APBD , APBN dan masih sedikitnya
investor baik dalam maupun luar negeri untuk mendanai pembangunan
Infrastruktur, ada obat yang mujarab untuk mengobati kemacetan di Jakarta, Solusinya
adalah obat kepemimpinan yang tegas dan berani! Tanpa disadari penyakit kemacetan di Jakarta
terobati ketika ada 2 kejadiaan yaitu detik-detik pengumuman siapa pemenang
presiden Indonesia tahun 2014 dan saat berlangsungnya Konferensi Asia Afrika.
Saat pengumuman siapa pemenang
pemilu presiden Indonesia, kemacetan terobati
dikarenakan masyarakat ketakutan dan panik jika akan terulangnya
kerusuhaan seperti 1998, toko, mall dan beberapa pusat perkantoran tutup. Beda dengan saat pengumuman pemenang presiden
2014, Konferensi Asia Afrika (KAA) 2015 di Bandung adalah bukti nyata bahwa
kemacetan saat ini di Jakarta hanya bisa di obati dengan kepemimpinan yang
tegas dan berani.
Seluruh akses jalan dari bandara
Soekarno Hatta, tempat para tamu undangan menginap hingga tempat acara di
Bandung di seterilkan, seolah-olah tamu
undangan dari luar negeri akan disajikan betapa indah, bagus, bersih dan
majunya bangsa kita dengan bangunan-bangunan bertingkat yang berjajar di
kawasan segitiga emas Thamrin-Sudirman dan Gatot Subroto hingga lancarnya jalan tol dari Jakarta
menuju Bandung. Betapa sedihnya kita sebagai tuan rumah di negara kita sendiri
tidak pernah melihat hal seperti itu. Tapi jangan terlalu bersedih hati, kita
cari solusinya agar kita bisa melihat pemandangan yang sama seperti para tamu
undangan KAA.
Saat berlangsungnya KAA ada ketegasan, himbauan dari pemerintah baik
pusat maupun daerah agar tidak melewati
jalan ini-itu, buka-tutup jalan dan berbagai jenis obat kemacetan yang diberikan
agar para tamu undangan bisa dengan mudah dan lancar mengikuti acara KAA dari
Jakarta ke Bandung. Jalan Tol kembali ke definisi aslinya “jalan bebas
hambatan”, namun ada beberapa sudut lain jalanan di Jakarta yang sibuk dengan
kemacetan di karenakan adanya pemberiaan kebijakaan obat tersebut. Coba bayangkan jika KAA berlangsung setiap
hari apa yang terjadi? Masyarakat yang tinggal dan bekerja di Jakarta terpaksa
akan menggunakan alat transportasi umum seperti Trans Jakarta, Kopaja, Commuter
Line dan mungkin MRT jika sudah jadi nanti.
KAA 2015 sudah berakhir, namun
secara konsep pengalihan dan rekayasa lalu lintas masih bisa di gunakan untuk
mengatasi kemacetan di Jakarta. Masih ada cara yang lebih ekstrem lagi yaitu
mengganti denda bagi kendaraan yang masuk jalur trans Jakarta dengan pemerintah
akan menggambil hak kepemilikan kendaraan pribadi tersebut, kemudiaan PEMDA DKI
akan melelang kendaraan tersebut, dan hasil dari lelang tersebut akan digunakan
untuk mendanai penambahan bus atau perluasaan jalur trans Jakarta.n
Untuk jalan tol yang selalu macet
khusunya dari arah tol slipi hingga bekasi, bisa diatasi dengan cara terapkan
tarif yang premium Rp 50.000 per kendaraan pribadi yang akan masuk tol, mereka
yang kaya juga akan dengan mudah menggeluarkan uang Rp 50.000, seperti halnya
mereka menggeluarkan uang untuk menonton film di bioskop. Bagi kalangan
menengah, menengah kebawah bisa menggunakan fasilitas transportasi umum. Hasil
dari kenaikan tarif tol bisa digunakan untuk memperluas pembangunan jalan tol.
Memang dengan berlakunya
kebijakan-kebijakan tersebut akan menimbulkan pro dan kontra, akan banyak pihak
yang berusara-bernyanyi untuk menentang kebijakan tersebut mulai dari omset
penjualan kendaraan menurun, hak asasi dan lain-lain. Namun saat ini itulah
salah satu obat solusi yang bisa menyembuhkan penyakit kemacetan di Jakarta,
seperti kata John Fitzgerald Kennedy “Jangan tanyakan apa yang negara ini
berikan kepadamu, tapi tanyakan apa yang telah kamu berikan kepada negaramu.”